Saatnya Gen Z Membangun Dan Merawat Kesadaran HAM

Oleh : Khalis Asyifani

Pelanggaran HAM seringkali terjadi diberbagai kalangan di Indonesia. Berbagai macam jenis pelanggaran bergantian diberitakan media mulai dari pembunuhan, diskriminasi, dan yang belakangan ramai diperbincangkan adalah pelecehan seksual atau kekerasan terhadap perempuan. Sayangnya dengan berbagai pasal dalam undang-undang yang dibuat pemerintah, tetap tidak memberikan keadilan yang semestinya untuk para korban pelanggaran HAM.

Kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan semakin hari semakin bertambah selama pandemi. Belakangan ini Twitter diramaikan dengan banyaknya fenomena speak up, dimana korban pelecehan atau kekerasan seksual mengungkapkan kejahatan yang dialami. Dalam waktu singkat, unggahan speak up tersebut akan menarik perhatian dan dengan cepat akan tersebar luas.

Berbagai komentar warganet mengiringi proses pengungkapan kejahatan yang diunggah melalui media sosial ini. Mayoritas menuliskan caci maki, disusul dengan ungkapan miris terkait degradasi moral, kalimat dukungan untuk korban, atau bahkan ada oknum-oknum yang berbalik menyalahkan korban. Berbagai dukungan warganet bahkan mampu membuat pihak yang berwajib turun tangan untuk menangani kasus terkait.

Pada dasarnya menurut hukum internasional, kekerasan seksual merupakan salah satu kejahatan yang masuk kategori kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Dalam hal ini pelaku telah merusak harkat kemanusiaan korban yang tidak dapat dikembalikan seperti semula. Oleh karena itu kasus pelanggaran HAM semacam ini tidak bisa diabaikan terus-menerus dan harus ada tindak lanjut yang tegas.

Sangat menyedihkan membaca kisah para korban kekerasan seksual di media sosial. Hal ini memberikan gambaran bahwa penegakan HAM di Indonesia masih minim. Apabila negara memang memberikan perlindungan yang kuat untuk rakyatnya, maka tidak mungkin mereka memilih untuk mengungkapkan di media sosial dan meminta dukungan warganet.

Salah satu kisah yang dibagikan bahkan mengungkapkan bahwa seorang aparat menolak menangani kasus pelecehan seksual yang diajukan korban. Peristiwa tersebut membuat masyarakat merasa semakin takut untuk mempertahankan dirinya. Saat ini seolah-olah tidak lagi ada pihak yang akan mendukung korban yang tidak bersalah dalam setiap kasus kejahatan terutama kasus pelanggaran HAM.

Korban pelanggaran HAM saat ini lebih memilih untuk diam dan berusaha tidak terlibat dalam penyelesaian masalah secara hukum. Pasalnya mereka merasa tidak diuntungkan dan akan terus mendapat stigma setelahnya. Meskipun media sosial telah banyak berperan mengungkap pelanggaran HAM di masyarakat, pemerintah masih tidak aktif mengkaji pelanggaran HAM yang telah terjadi di Indonesia.

Tidak hanya pelanggaran HAM yang terjadi belakangan ini, pemerintah bahkan tidak segera mengupayakan perlindungan HAM untuk korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti tragedi 65, peristiwa trisakti, semanggi, dan masih banyak lagi kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang ditimbun dan tidak diselesaikan. Kita sebagai generasi muda tidak semestinya terbawa arus perubahan dan melupakan sejarah kelam bangsa di masa lalu.

Seperti yang kita tahu bahwa pengguna media sosial saat ini kebanyakan adalah generasi milenial dan generasi Z. Namun bahkan dengan maraknya fenomena speak up pun masih banyak dari kita yang acuh dan tidak bersimpati. Masih banyak anak-anak muda yang tidak sadar bahwa mereka memiliki peran penting untuk menegakkan HAM.

Semakin berkembangnya fitur di media sosial saat ini merupakan sebuah peluang besar bagi generasi muda untuk menyuarakan persoalan HAM. Media sosial menyediakan ruang-ruang yang bebas untuk mengekspresikan diri dan menyampaikan pendapat seluas-luasnya. Topik-topik HAM saat ini bukan hanya milik aktivis atau penegak hukum, namun milik semua orang terutama generasi muda.

Peranan anak-anak muda saat ini memiliki potensi yang baik dalam rangka upaya penegakan HAM. Kita memiliki gaya tersendiri ala anak muda untuk menyuarakan keadilan. Dibutuhkan inovasi dalam mewujudkan perubahan sosial yang lebih baik dan dinamis di tengah banyaknya masalah sosial dan HAM.

Berkaitan dengan internet things, kita sebagai generasi muda dapat mewujudkan perubahan sosial dengan potensinya mempengaruhi publik lewat media. Dengan kemampuannya memahami teknologi digital dengan cepat, harapannya kita akan mampu bersikap kritis dan mengikuti perkembangan informasi. Bukan berarti tanpa batasan, kebebasan berpendapat di media sosial juga membutuhkan kontrol yang kuat agar tidak disalahgunakan.

Kita bisa memulai dengan melakukan kampanye sederhana terkait HAM, misalnya memberikan dukungan untuk korban pelanggaran HAM lewat postingan Instagram, atau ikut meramaikan hastag penegakan HAM di Twitter. Selain itu kita bisa menulis opini di kanal berita online atau di blog pribadi. Kita juga bisa belajar lebih banyak dari para ahli dengan mengikuti seminar-seminar dan membaca berbagai literatur tentang HAM.

Mengupayakan penegakan dan perlindungan HAM oleh generasi muda sangat penting untuk keberlangsungan HAM di masa kita nantinya. Apabila kita abai dengan hal itu saat ini, ditahun-tahun berikutnya kita juga akan kesulitan dengan semakin tingginya ketidakpedulian masyarakat akan penegakan HAM di Indonesia. Tentunya hal tersebut adalah berita buruk yang tidak ingin kita dengar di masa yang akan datang.

-Artikel ini juga dimuat di Majalah Palawa edisi terbaru. Jika anda berminat mendapat edisi terbaru majalah kami bisa memnghubungi admin baik via email atau Whatsapp (0818250804/Didik Dyah)-

(Khalis/red)

*Mahasiswa S2 Universitas Indonesia, Anggota FGM

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *