(Gelaran.id) Sebuah payung emas tergantung di langit-langit. Payung ini tidak seperti payung hitam di aksi kamisan, melainkan payung seorang raja dengan bentuk tertentu yang menurut orang Jawa dinamai songsong.. selengkapnya
Dan mimpi besar Soekarno terhadap perubahan nasib petani dengan UUPA tak berlangsung lama. Konflik yang makin meruncing diakhiri dengan peristiwa 1965. Tentara khsususnya Angkatan Darat di bawah Soeharto mengambil peran dalam pergolakan politik…. selengkapnya
Seperti yang kita tahu bahwa pengguna media sosial saat ini kebanyakan adalah generasi milenial dan generasi Z. Namun bahkan dengan maraknya fenomena speak up pun masih banyak…. selengkapnya
“Ibu Betet, demikian orang-orang biasa memanggilku” ujar pemilik nama lengkap Veronika Sumiyati ini dalam sebuah tulisannya. Dia sendiri tidak bisa menjelaskan secara pasti dari mana panggilan itu berasal. Apakah dikarenakan bentuk hidungnya yang menyerupai hidung burung betet, meskipun bila diamat-amati secara lebih teliti tidak juga persis menyerupai; ataukah dikarenakan cara bertuturnya yang terkesan lugas, lincah, tegas dan energik bak burung yang sedang berkicau. Menginjak usia senjapun, kesan bicara yang lugas dan tegas masih tersisa dari Ibu empat anak ini. Lahir dan dibesarkan dari keluarga yang relatif terpandang, beliau merupakan anak bungsu dari 14 bersaudara dimana hanya 5 diantaranya yang sempat tumbuh hingga besar.
Sosok Soetardjo adalah profil yang sangat inspiratif bagi kaum muda untuk tetap terus berjuang biarpun dalam situasi & kondisi apapun. Soetardjo adalah ketua Pemuda Rakyat (PR) di wilayah karanganyar beliau juga dosen di IKIP Jakarta punya anak 3 cewek semua. pada 1969 di tangkap & di tahan di salemba selama 6 tahun nah dalam tahanan itulah Soetardjo mengalami penyiksaan luar biasa, kepalanya selalu di benturkan dengan keras ke tembok penyiksaan & itu dialami hampir seriap hari, lama kelamaan saraf matanya mulai kabur & lambat laun kedua matanya tidak mampu buat melihat alias BUTA.
“…saya seharusnya sudah di bunuh…” (Kasidi)
“Pada thn 1966 saya seharusnya sudah di bunuh bersama 72 orang kawan-kawan yang dianggap organisasi yang berafiliasi ke dalam PKI, namun Tuhan berkehendak lain. Truk yang kami tumpangi tiba-tiba mogok di tengah jalan setelah sampai di daerah sodong dan akhirnya kami di pulangkan kembali ke Kamp Tahanan di Pulau Nusakambangan”, tatap kosong Bapak Kasidi Cipto Sudadyo, 83 tahun.
Pada waktu sebelum meletusnya tragedi 65/66, beliau merupakan Ketua Pemuda Rakyat Jaten Karanganyar…….